Mengenal Khat Tughra, Monogram Kekaisaran Utsmaniyah yang Artistik

Tughra adalah simbol yang sangat terkenal dalam sejarah Kekaisaran Utsmaniyah, yang dikenal sebagai monogram kaligrafi, segel, atau tanda tangan seorang sultan. 

Tughra digunakan pada semua dokumen resmi dan surat-menyurat kerajaan, serta pada koin-koin yang ditempa selama masa pemerintahan sang sultan. Dalam tradisi Utsmaniyah, tughra bukan hanya sekedar lambang kekuasaan, melainkan juga merupakan karya seni kaligrafi yang sangat dihargai. 

Banyak aspek menarik yang terkait dengan asal usul, desain, dan peran tughra dalam sejarah Utsmaniyah, yang menjadikannya sebagai simbol kekuasaan yang sangat penting.

Asal Usul Tughra dan Sejarahnya

Tughra pertama kali digunakan pada abad ke-14, dan pada mulanya adalah sebuah cap atau lambang yang digunakan untuk menandai dokumen-dokumen penting. Ada dua pandangan utama mengenai asal usul kata tughra. 

Salah satunya berasal dari simbol sekretariat Turkik yang disebut tughragh, sementara yang lain mengaitkannya dengan usaha para juru tulis Persia untuk membentuk nama penguasa dalam bentuk elemen berbentuk busur yang disebut turgha atau turghay, yang kemudian berubah menjadi tughra

Namun, ada pula yang berpendapat bahwa tughra sebenarnya berasal dari bahasa Tatar, yang merujuk kepada seekor burung legenda yang disucikan oleh bangsa Oguz dari Kazakhstan. 

Tughra dianggap sebagai representasi dari rentangan sayap burung legenda ini, yang memiliki makna simbolis yang mendalam bagi masyarakat Utsmaniyah.

Fungsi dan Peran Tughra dalam Pemerintahan Utsmaniyah

Tughra bukan sekadar tanda tangan atau segel, tetapi lebih dari itu. Ia merupakan simbol kekuasaan dan kehormatan dari seorang sultan. Tughra diciptakan pada awal masa pemerintahan setiap sultan dan digambar oleh kaligrafer istana atau nişancı (penulis dokumen resmi). 

Setelah digambar, tughra akan dipasang pada dokumen-dokumen resmi yang diterbitkan oleh Sultan, seperti firman (perintah) atau berat (dokumen tertulis). 

Pada umumnya, tughra selalu dipasang setelah basmalah (kata pembuka dalam dokumen resmi Islam) dan di bawahnya ada tulisan tambahan yang berbunyi “khallada Allahu sulthanahu” yang berarti “semoga Allah mengekalkan kesultanannya”.

Dengan demikian, tughra berfungsi sebagai penanda keaslian dokumen dan sebagai jaminan bahwa dokumen tersebut sah dikeluarkan oleh Sultan. Ini juga membantu menghindari pemalsuan dokumen resmi dan memberikan otoritas yang tak terbantahkan pada setiap keputusan yang diambil oleh sultan. 

Keberadaan tughra pada koin yang dicetak selama masa pemerintahan juga menunjukkan bahwa ia adalah simbol yang menyatakan otoritas dan legitimasi pemerintahan seorang sultan.

Elemen Visual dalam Tughra

Tughra memiliki bentuk yang sangat khas dan mudah dikenali. Tughra terdiri dari beberapa elemen kaligrafi yang sangat bermakna. Secara umum, tughra terdiri dari dua lingkaran besar di sisi kiri, tiga garis vertikal di tengah, tulisan bertumpuk di bagian bawah, dan dua ekstensi ke kanan. Setiap elemen ini memiliki makna yang dalam dan simbolis.

Beyze: Lingkaran di sisi kiri tughra disebut beyze yang berarti “telur” dalam bahasa Arab. Beberapa interpretasi menyatakan bahwa beyze melambangkan dua laut besar yang dikuasai oleh Sultan Utsmaniyah, yaitu Laut Mediterania (lingkaran luar yang lebih besar) dan Laut Hitam (lingkaran dalam yang lebih kecil).

Tuğ (tiang bendera): Garis vertikal di bagian atas tughra disebut tuğ, yang berarti tiang bendera. Tiga tuğ ini melambangkan kemerdekaan dan kekuatan sultan. Selain itu, garis-garis berbentuk S yang melintasi tuğ disebut zülfe, yang bersama-sama dengan bagian atas tuğ yang menghadap ke kanan, melambangkan angin yang bertiup dari timur ke barat, menggambarkan gerakan tradisional Kekaisaran Utsmaniyah.

Hançer: Garis-garis di sebelah kanan tughra disebut hançer, yang melambangkan pedang, simbol kekuasaan dan kekuatan seorang sultan.

Setiap elemen tersebut bukan hanya sekedar hiasan, tetapi memiliki makna simbolis yang mendalam mengenai kekuasaan, kebebasan, dan otoritas yang dimiliki oleh sultan.

Tughra dalam Budaya Islam dan Kekaisaran Lain

Meskipun tughra sangat identik dengan Sultan Utsmaniyah, konsep ini juga digunakan oleh berbagai kesultanan dan kerajaan lain. Di luar Kekaisaran Utsmaniyah, tughra juga digunakan oleh dinasti Qajar di Persia, Kekaisaran Safawi, Khanat Krimea, dan Khanat Kazan. 

Tughra juga ditemukan dalam sejarah Kekaisaran Rusia dan di kalangan Kaisar Mughal, meskipun desainnya sedikit berbeda. Tughra Mughal, misalnya, berbentuk melingkar dengan tiga titik di ujungnya, dan biasanya disertai dengan tanda tangan kaligrafi sang kaisar.

Penggunaan tughra di luar Kekaisaran Utsmaniyah menunjukkan betapa pentingnya simbol ini sebagai tanda legitimasi dan kekuasaan. Bahkan, uang kertas Afghanistan pada periode 1919 hingga 1936 memuat tughra sebagai simbol otoritas. Pakistan juga menggunakan tughra pada koin-koin yang diterbitkan antara tahun 1947 hingga 1974.

Selain itu, ada yang berpendapat bahwa garis-garis dalam desain tughra dapat melambangkan luasnya wilayah kekuasaan Sultan Süleyman yang Agung dan penaklukan-penaklukan besar yang berhasil ia raih. 

Beberapa pihak juga menganggap bahwa tughra melambangkan penyebaran Islam ke kerajaan-kerajaan di luar Kekaisaran Utsmaniyah.

 

Tughra dalam Kaligrafi Islam

Tughra merupakan salah satu cabang penting dalam kaligrafi Islam yang dikenal dengan nama kaligrafi tughra. Keindahan kaligrafi tughra adalah hasil perpaduan antara gaya diwani dan ijazah

Tughra berkembang tidak hanya sebagai tanda tangan atau segel, tetapi juga sebagai sebuah seni kaligrafi yang sangat indah. Para kaligrafer terkenal seperti Mustafa Raqim memainkan peran penting dalam pengembangan seni ini. 

Mereka menjadikan tughra bukan sekadar simbol administratif, melainkan sebuah karya seni yang memukau dengan setiap goresannya.

Tughra adalah simbol kekuasaan yang sangat penting dalam sejarah Kekaisaran Utsmaniyah dan dunia Islam pada umumnya. 

Sebagai monogram kaligrafi yang dipasang pada dokumen resmi, tughra tidak hanya berfungsi sebagai tanda tangan, tetapi juga sebagai karya seni yang melambangkan kekuatan, kemerdekaan, dan legitimasi sultan. 

Dengan desain yang penuh makna dan estetika, tughra menjadi simbol yang abadi dalam khazanah sejarah dan budaya Islam.